Rabu, 02 Mei 2012

Salahkah Ini

Cerpen buah karya Arin,
Cerpen ini terinspirasi dari temanku


Dalam hening sepi, bayang itu masih ada. Ku selalu bingung., mengapa itu selalu terbayang, terbayang akan dirinya, saat dulu masih bersama. Ingin ku mulai cerita baru dalam hidupku, namun cerita lama masih tetap terbawa dan melekat dalam angan. Semua ini sulit untuk dilupakan, dan dihilangkan. Aku masih terhanyut dam cerita lama. Aku selalu ingin untuk menghindar dan menjauh dari setiap hal yang berhubungan dengannya. Aku telah letih menjalani hidup dengan rasa yang seakan menghantui.

Dulu, Ketika ku masih kecil, ku mempunyai sahabta karib namanya Dimas. Kami berdua selalu bersama. aaku merasa bahagia bersam Dimas. Tapi, bahagia itu menghilang, saat ku tahu bahwa Dimas akan pindah ke luar kota untuk mengobati penyakitnya. Aku tak tau dia mengidap penyakit apa. Tapi itulah yang dikatakan oleh orang tua Dimas, saat Ia dan Kedua orangtuanya berpamitan denganku dan kedua orang tuaku. Sebelum Dimas pergi, ia memberiku sebuah music box sebagai kenang-kenangan.

Sekarang umurku telah menginjak 20 tahun. Aku Tifa Andita adalah salah satu mahasisswi fakultas Kedokteran di Salah satu universitas di Jogya. Aku baru menginjak semester 4, sebelumnya aku tak ingin kuliah di jurusan ini, namun Dimaslah yang menginspirasiku. Aku ingin mengetahui dan bisa mengobati penyakit Dimas. Aku masih ingat, Dimas sering dulu sering telat makan. dan pernah ku melihat ia muntah darah saat kami bermain di danau dulu.

Di kampusku, aku punya teman namanya Fera Kirana, biasa ku panggil Fe. Fe, salah satu mahasiswi yang cerdas dikampusku. Dia cantik dan baik hati. Dia sangat sempurna dimataku. Suatu hari, ada seorang lelaki yang menabrakku, saat aku sedang membawa buku yang banyak. Bukannya dia meminta maaf, tapi justru mencaciku katanya "kalo jalan pake tu mata". ternyata dia mahasiswa baru di kampus, dia pindahan dari Bandung. Namanya Putra, Satu jurusan juga denganku. Aku biasa saja dengan kehadiran putra. Namun temanku FE selalu saja membicarakn tentang Putra denganku. Padahal aku benci dengannya, karena kejadian waktu itu. Kata fe, " Tif, Putra itu perfect banged ya?". Aku hanya terdiam, bagiku tiada yang lebih Perfect dibanding Dimas.

Suatu saat, aku punya tugas kelompok, dan aku sekelompok dengan Putra. Huu, aku sangat kesal. Saat Putra menanyakan tugas, aku malas mendengarkanya, sikapku acuh tak acuh. Lalu beberapa hari kemudian aku mendapatkan alamat E-Mail Putra dari Fe. Aku teror saja dia. Setiap hening sepi, justru wajah Putra yang memasuki anganku bukan Dimas.
"OMG, Apakah aku menyukai Putra", pikirku. tapi langsung ku buang jauh-jauh pikiran itu. "tidak, tidak, ini tidak mungkin dan tidak akan mungkin. Tuhan bantu aku melupakannya. aku sangat menyayangi Dimas. Tapi aku juga menyukai Putra :( ", itulah tulisan terakhirku saat menulis curahan hatiku dalam blogku. Esok harinya, ketika itu di kampus, aku bertemu Fe di kantin. Fe banyak cerita tentang Putra. Sekarang sikapku justru serius saat mendengarkan Fe berbicara tentang Putra. Fe tampak aneh dengan perubahan sikapku. Ketika ku di rumah, aku membuka E-mail, dan mengirimkan pesan ke Putra. Kalau biasanya, kata-kata yang menerornya aku kirimkan, sekarang kata-kata bijak dan perasaan merindu yang ku kirimkan.

Keesokan harinya aku mengirimkan e-mail ke Putra. Pura-puranya, aku teman lamanya.
"hy, ap kabar? kok km nggak prnah balas e-mailku? km udh sombong ni, apkrn kt skrg jauh, km nggak mau berkomunikasi dgn ku?"
Lalu, ia membalas, "maaf km siapa y?"
"Hufft, kok km nggak tw siapa aku, maybe, benar apa yang aku katakan tadi, km udh sombong" balasku.
Tiba-tiba ia membalas e-mailku,
" tau nggak semua ulahmu dan tingkahmu itu membuat ku penasaran da bingung, aku bisa gila dengan semua ini, apa kamu mau penyakit dalam tubuhku ini kambuh dan semakin parah karena ini semua? apa kamu ingin ku mati?"
Kata itu membuat badanku bergemetar, jantung berdegup kencang, aliran darah tak teratur. Apa yang harus ku katakan, lalu ku membalas e-mailnya.
" Sebenarnya aku tifa, maaf, jk ini membuatmu kesal"
Itulah balasan terakhirku, aku telah salah selama ini, aku pun menulis surat untuk Putra yang menunjukkan aku meminta maaf dan karenanya aku telah mencintainya. Ku sadar apa yang kulakukan selama ini salah dan membuatnya kesal. Aku putuskan untuk pindah kampus ke Amrik, karena aku mendapat beasiswa di sana. Karena aku malu dengan sikapku ini.

Keesokan harinya, aku menitip surat kepada Fe untuk diberikan kepada Putra. Aku ceritakan semua yang telah terjadi antara aku dan Putra, aku juga memberi tahu Fe kalau aku akan pindah akmpus di Amrik.
aku berkata "sebelumnya aku akan ke danau tempat favoritku semasa kecil. Nanti kalau kamu mau, kamu temani aku ke Bandara, aku tunggu kamu ya, aku akan pergi jam 3 sore nanti"
"iya, aku pasti maulah"

Siang harinya hujan turun lebat, aku duduk di pinggir danau tempatku dulu bersama Dimas. aku akan pergi dari kota ini, karena aku bersalah. lalu aku teriak
"Putra, maafkan aku, aku tau aku telah salah, maafkan aku....
Tuhan, salahkah ini, salahkah aku jatuh cinta kepadanya, aku melakukan itu sungguh karena aku mencintainya. maafkan aku telah jatuh hati pada Putra", dsambil memegang music box pemberian Dimas.

Tiba-tiba tubuhku tak basah lagi padahal aku melihat hari masih hujan. Aku membalikkan tubuhku dan kudapati sosok lelakiyang memegang payung. Itu Putra, Lalu ia berkata,
"Aku telah mendengar semua ucapanmu, aku memaafkanmu Tif"
lalu aku bertanya "bagaimana bisa kamu tau aku disini?"
ia menjawab "feeling"
"benda apa yang ada ditanganmu itu?" ia sontak bertanya.
"ini sebuah music box" jawabku.
"ia aku tau ini music box, lantas dari mana kamu mendapatkannya?" ia kemudian bertanya.
Lalu ia mengambil music box itu dari tanganku. Ia menangis sambil menatap benda itu.dan aku bertanya
"ada apa denganmu, mengapa kamu menangis?"
" siapa kamu sebenarnya?" lalu ia berkata dengan suara yang keras.

aku menjawab,"ini dari temanku namanya Dimas"
Puta diam saat ku mengatakan itu. Lalu ia berkata lagi
"Dita, apa kamu Dita?"
"Apa dia menyebutku Dita. Darimana ia tau nama kecilku siapa sebenarnya dia," tanyaku dalam hati.
"Putra (sambil menunjuknya) apa kamu Dimas?" kataku
"Ya aku Dimas, akulah yang memberimu music box itu buktinya aku kesini tempat semasa kecil kita dulu"
Lalu aku memeluknya, sambil berkata " aku merindukanmu Dim, ku mohon jangan pergi lagi, aku mencintaimu."


---The End---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar